Tuesday 6 September 2016

Cokelat Panas

Aku masih di sini, duduk sendiri bersama cokelat panas yang belum dicicipi. Katamu, cokelat itu harus diminum ketika panas agar bisa menenangkan dan menghangatkan. Aku tersenyum kecil, menatap udara yang mengepul dari cangkir di depanku. Ah, kubiarkan saja cokelat itu hingga dingin. Mataku menerawang ke kaca besar di samping meja kafe ini. Senyum kembali mengembang ketika kudapati rintik-rintik hujan menyentuh kaca perlahan. Senja yang hujan bersama cokelat panas di hadapan. Bukankah ini sebuah kenyamanan?
            Orang-orang menepi di teras toko-toko yang berjejeran, menunggu reda sang hujan. Apa hanya aku di dunia ini yang akan pulang tanpa menunggu hujan reda? Oh, jangan salah sangka, aku di sini bukan menunggu hujan reda, aku bisa pulang kapan saja semauku entah hujan itu reda atau tidak. Namun, bukan itu inti permasalahannya. Aku sedang menunggu, atau bahkan mungkin mencari kembali. Ke mana aku harus pulang? Untuk apa aku pulang? Apalah arti pulang itu sendiri?
THEME BY RUMAH ES